GAHARU - Memanfaatkan tanaman gaharu dari alam secara tradisional di Indonesia (Kalimantan dan Sumatera), akan menjamin kelestarian pohon induknya, yaitu hanya mengambil bagian pohon yang ada gaharunya saja tanpa harus menebang pohonnya. Pemanenan Gaharu sebaiknya dari pohon-pohon penghasil gaharu yang mempunyai diameter di atas 20 cm. Namun, sejalan dengan meningkatnya permintaan pasar dan nilai jual dari gaharu, masyarakat lokal telah mendapat pesaing dari pebisnis gaharu dari tempat lain, sehingga mereka berlomba-lomba untuk berburu gaharu.
Akibatnya, pemanfaatan gaharu secara tradisional yang mengacu pada prinsip kelestarian tidak dapat dipertahankan lagi. Hal ini berdampak, semakin sedikitnya pohon-pohon induk gaharu. Bahkan di beberapa tempat, gaharu telah dinyatakan jarang/hampir punah. Hal ini disebabkan oleh karena penduduk tidak lagi hanya menoreh bagian pohon yang ada gaharunya, tetapi langsung menebang pohonnya. Diameter pohon yang ditebangpun menurun menjadi dibawah 20 cm, dan tentu saja kualita gaharu yang diperolehpun tidak dapat optimal.
Departemen Kehutanan RI (sekarang Kementerian Kehutanan RI) memberikan sedikit gambaran bagaimana cara memaksimalakan Hasil Tanaman Gaharu, beginilah caranya supaya bisa mendapatkan ketiga hasil tersebut; a) Gubal gaharu dan kemedangan diperoleh dengan cara menebang pohon penghasil gaharu yang telah mati, sebagai akibat terjadinya akumulasi damar wangi yang disebabkan oleh infeksi pada pohon tersebut.
Kemudian, b) Pohon yang telah ditebang lalu dibersihkan dan dipotong-potong atau dibelah-belah, kemudian dipilih bagian-bagian kayunya yang telah mengandung akumulasi damar wangi, dan selanjutnya disebut sebagai kayu gaharu. Nantinya, potongan-potongan kayu gaharu tersebut dipilah-pilah sesuai dengan kandungan damarnya, warnanya dan bentuknya.
Selanjutnya, c) Potongan-potongan tanaman gaharu tersebut dipilah-pilah sesuai dengan kandungan damarnya, warnanya dan bentuknya. Agar warna dari potongan-potongan kayu gaharu lebih tampak, maka potongan-potongan kayu gaharu tersebut dibersihkan dengan cara dikerok.
Dan d) Serpihan-serpihan kayu gaharu sisa pemotongan dan pembersihan atau pengerokan, dikumpulkan kembali untuk dijadikan bahan pembuat abu gaharu. Nah jadi melalui pemaparan ini, kita jadi bisa memahami mengapa tadi disebutkan untuk mendapatkan gubal gaharu, abu gaharu dan kemendangan gaharu harus memalui suatu proses yang berurutan. Proses berurutan ini dikenal pula sebagai konsep “zero waste” karena setiap hasil dari proses tersebut (gubal,abu dan kemendangan) seluruhnya bisa dimanfaatkan dan bernilai ekonomi (meskipun nilainya berbeda-beda).
Apakah cukup sampai disini untuk mengenal dan mengetahui potensi ketiga bagian dari gaharu tadi ? Ternyata selain pengelompokkan berdasarkan mutu yang dalam tulisan sebelumnya telah dipaparkan, masih ada lagi lho. Tepatnya persyaratan bagaimana suatu bagian dari gaharu tadi termasuk ke dalam kelompok-kelompok mutu tersebut.
Departemen Kehutanan RI (sekarang Kementerian Kehutanan RI) memberikan sedikit gambaran bagaimana cara memaksimalakan Hasil Tanaman Gaharu, beginilah caranya supaya bisa mendapatkan ketiga hasil tersebut; a) Gubal gaharu dan kemedangan diperoleh dengan cara menebang pohon penghasil gaharu yang telah mati, sebagai akibat terjadinya akumulasi damar wangi yang disebabkan oleh infeksi pada pohon tersebut.
Kemudian, b) Pohon yang telah ditebang lalu dibersihkan dan dipotong-potong atau dibelah-belah, kemudian dipilih bagian-bagian kayunya yang telah mengandung akumulasi damar wangi, dan selanjutnya disebut sebagai kayu gaharu. Nantinya, potongan-potongan kayu gaharu tersebut dipilah-pilah sesuai dengan kandungan damarnya, warnanya dan bentuknya.
Selanjutnya, c) Potongan-potongan tanaman gaharu tersebut dipilah-pilah sesuai dengan kandungan damarnya, warnanya dan bentuknya. Agar warna dari potongan-potongan kayu gaharu lebih tampak, maka potongan-potongan kayu gaharu tersebut dibersihkan dengan cara dikerok.
Dan d) Serpihan-serpihan kayu gaharu sisa pemotongan dan pembersihan atau pengerokan, dikumpulkan kembali untuk dijadikan bahan pembuat abu gaharu. Nah jadi melalui pemaparan ini, kita jadi bisa memahami mengapa tadi disebutkan untuk mendapatkan gubal gaharu, abu gaharu dan kemendangan gaharu harus memalui suatu proses yang berurutan. Proses berurutan ini dikenal pula sebagai konsep “zero waste” karena setiap hasil dari proses tersebut (gubal,abu dan kemendangan) seluruhnya bisa dimanfaatkan dan bernilai ekonomi (meskipun nilainya berbeda-beda).
Apakah cukup sampai disini untuk mengenal dan mengetahui potensi ketiga bagian dari gaharu tadi ? Ternyata selain pengelompokkan berdasarkan mutu yang dalam tulisan sebelumnya telah dipaparkan, masih ada lagi lho. Tepatnya persyaratan bagaimana suatu bagian dari gaharu tadi termasuk ke dalam kelompok-kelompok mutu tersebut.
Adapun persyaratan umum baik gubalgaharu atau kemendangan gaharu tergolong baik ialah tidak diperkenankan memiliki cacat-cacat lapuk dan busuk. Sedangkan secara khusus bisa diukur berdasarkan karakteristiknya yang menitikberatkan pada poin-poin semacam a) untuk gubal gaharu : bentuk, ukuran (panjang, lebar dan tinggi), warna, kandungan damar wangi, serat, bobot dan aroma (pada saat dibakar). Lalu b) untuk kemendangan gaharu : warna, kandungan damar wangi, serat, bobot dan aroma (pada saat dibakar) serta c) untuk abu gaharu : warna, kadungan damar wangi dan aroma (pada saat dibakar).
Meskipun cukup banyak karakteristik yang diperlukan untuk mengetahui kualitas mutu dari gubal, kemendangan dan abu gaharu, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa rata-rata gubal, kemendangan dan abu gaharu yang masuk dalam kualitas mutu utama (dilambangkan dengan U) ialah berwarna hitam atau coklat kehitaman, memiliki kandungan damar wangi yang tinggi atau agak tinggi, mengandung serat yang padat atau agak padat, berbobot berat atau agak berat dan aroma dari ketiga jenis bagian gaharu ini pada saat dibakar adalah kuat.
Meskipun cukup banyak karakteristik yang diperlukan untuk mengetahui kualitas mutu dari gubal, kemendangan dan abu gaharu, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa rata-rata gubal, kemendangan dan abu gaharu yang masuk dalam kualitas mutu utama (dilambangkan dengan U) ialah berwarna hitam atau coklat kehitaman, memiliki kandungan damar wangi yang tinggi atau agak tinggi, mengandung serat yang padat atau agak padat, berbobot berat atau agak berat dan aroma dari ketiga jenis bagian gaharu ini pada saat dibakar adalah kuat.
Saya punya kayu gaharu dan galih/ gubalnya, jenis aquilaria malacensis..insyalloh tidak kecewa, smntara masih glondongan untk lbih myakinkan pembeli, saya berminat segra menjualnya,smntara ada 2 kuintal, gubalnya masih didalam glondongan kayu, dan insyalloh kalo ini segra terjual saya mash mmpunyai stok yang super, saya BERNIAT MENJUALNYA SEGERA, BAGI YANG BERMINAT SEGRA HUBUNGI SAYA,
BalasHapusHubungi saya.. rudi surabaya, 082393992448
kami menjual 1200 pohon gaharu di tanam di lahan 2 ha, umur 14 tahun lokasi tanah grogot kaltim, dijual Rp.1,5juta/pohon (nego), untuk yang serius hub 085222440659 / 081322384757 (tidak melayani sms)
BalasHapusSaya punya gubal gaharu dapat dari hutan irian, yg berminat silahkan hubungi nomor 085320535048, ada sekitar 10 kg
BalasHapus